ANDASAN TEORI
MENOMETRORRAGI
1.1 PENGERTIAN
Sebagian besar kasus – kasus perdarahan disfungsional. Menometrorragi adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungan dengan haid, dapat dibagi sebagai berikut :
1.1.1. Menometrorragi yang disebabkan oleh adanya kehamilan seperti :
a. Abortus
b. Kehamilan ektopik
1.1.2. Menometrorragi diluar kehamilan
(Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD BANDUNG :38)
1.2 ETIOLOGI
1.2.1. Sebab – Sebab Organik
Perdarahan dari uterus,tuba dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:
a. Serviks uteri,seperti polipus servisis uteri,erosio porsionis uteri,ulkus pada portio uteri,karsinoma uteri.
b. Korpus,seperti polip endometrium,abortus imminens,abortus sedang berlangsung,abortus incomplete,mola hidadatidosa, koriokarsinoma, korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri.
c. Tuba fallopi, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba.
d. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.
1.2.2. Sebab – Sebab Fungsional.
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik disebut perdarahan disfungsional, dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. 2/3 dari wanita – wanita yang dirawat dirumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.
1.3 PATOFISIOLOGI
Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus – menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk
Akan tetapi penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan fungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium yakni endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris. Dengan endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting artinya, karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulator dan yang ovulator. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulator gangguan dianggap berasal dari faktor – faktor neuromuskular, vasomotorik atau hematologik yang mekanismenya belum seberapa dimengerti sedang perdarahan anovulator biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin.
1.4 GAMBARAN KLINIK
1.4.1. Perdarahan Ovulator
Perdarahan ini merupakan kurang dari 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek ( polimenoria ) atau panjang ( oligomenorea ) untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulator perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi. Maka kadang – kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanda adanya sebab organik maka harus dipikirkan sebagai etiologinya :
1. Korpus Luteum Persistens, dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang – kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur. Diagnosa dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya yaitu menurut Mc.Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi dalam tipe non sekresi.
2. Insufisiensi Korpus Luteum dapat menyebabkan premenstual spotting, menoragia atau polimenoria. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releazing faktor. Diagnosa dibuat, apabila hasil biopsi endometrium dalam fase luteal tidak cocok untuk gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus.
4. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.
1.4.2. Perdarahan Anovulator
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan tang kadang – kadang bersifat siklis, kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar ada sangkut pautnya dengan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel – folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia dan kemudian diganti folikel –folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus dan dari endometrium yang mula – mula proliferaktif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dari kerokan dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulator.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi setiap waktu dalam kehidupan menstruasi seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada masa pubertas dan pada masa premenopause. Proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulator pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa premonopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita – penderita penyakkit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum menahun , tumor – tumor ovarium, dsb. Akan tetapi, disamping itu terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanda adanya penyakit – penyakit tersebut diatas dalam hal ini stress yang dihadapi dalam kehidupan sehari –hari baik didalam maupun diluar pekerjaan, kejadian – kejadian yang mengganggu emosional seperti kecelakaan kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama dan lain – lain dapat menyebabkan perdarahan anovulator. Biasannya kelainan dalam perdarahan ini hanya untuk sementara waktu saja.
1.5 PENANGANAN
Kadang – kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak. Dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah, setelah pemeriksaan ginekologi menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkomplitus, perdarahan sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid, dapat dibedakan :
a. Estrogen dalam dosis tinggi supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarhan berhenti. Dapat dibeerikan secara IM dproplonas estradiol 2,5 mg atau benzoas estradiol 1,5 mg atau valeras estradiol 20 mg. keberatan terapi ini ialah setelah suntikan dihentikan perdarhan timbul lagi.
b. Progesteron : pertimbangan disini bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulator, sehingga pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidraksi progesteron 125 mg, secara IM atau dapat diberikan per oral sehari. Norethindone 15 mg atau asetas medroksi – progesteron ( provera ) 10 mg yang dapat diulangi. Terapi berguna pada wanita dalam masa pubertas. Androgen mempunyai efek samping terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia endometrium. Tetapi ini dapat diselenggarakan terlalu lama mengingat bahaya virilasi. Dapat diberikan proprions testosteron 50 mg/IM yang dapat diulang 6 jam kemudian. Pemberian metiltestosteron peros kurang cepat efeknya. Kecuali pada wanita dalam masa pubertas terapi yang paling baik adalah dilatasi dan kerokan. Tindakan ini penting baik untuk terapi maupun diagnosis. Dengan terapi ini banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah dll yang menjadi penyebab perdarhan tentunya penyakit itu harus ditangani. Apabila setelah dilakukan kerokan perdarhan disfungsional timbul lagi dapat diberikan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian besar perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperastrinisme. Pemberian progesteron saja berguna apabila produksi estrogen secara endrogen cukup. Dalam hubungan dengan hal – hal tersebut diatas, pemberian estrogen dan progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan. Untuk keperluan ini pil – pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi dapat digunakan mulai hari ke 5 perdarahan terus untuk 21 hari, dapat pula diberikan progesteron untuk 7 hari mulai hari ke 21 siklus haid.
Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarhan disfungsional yang berulang. Terapi per oral umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat diberikan metiltestosteron 5 mg / hari, dialiri dalam terapi dengan androgen ialah pemberian dosis yang sekecil – kecilnya dan sependek mungkin.
Terapi dengan klomifen yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada perdarahan anovulator umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih tepat pada infertilitas dengan siklus anovulator ssebagai penyebab.
Sebagai tindakan terakhir pada wanita dengan perdarhan disfungsional terus – menerus ( walaupun sudah dilakukan kerokan berapa kali dan sudah mempunyai anak cukup ) ialah histerektom
0 komentar:
Posting Komentar